Saturday, April 11, 2020

MARKET AND PRICE - indikator pasar tenaga kerja Provinsi Nusa Tenggara Timur


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

 

Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja dalam proses produksi. Dengan terdapatnya pembangunan diharapkan akan menciptakan lapangan kerja baru yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja  dan kesejahteraan masyarakat. Pasar tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting dan merupakan faktor penentu terhadap kinerja perekonomian. Penduduk yang menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi melalui permintaannya, sementara untuk tenaga kerja merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan barang ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara fisik yang diukur dengan usia kerja (Simanjuntak, 1998).

Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik dan pasar tenaga kerja tidak terdidik. Untuk kedua pasar ini Simanjuntak (1998) mempunyai pandangan bahwa kedua pasar hanya memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Perbedaan yang pertama ialah tenaga kerja yang terdidik secara umum akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak terdidik. Dimana produktivitas ini secara dasar tergambar pada tingkat penghasilan yang berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuh. Dan yang kedua adalah dari segi waktu, tenaga kerja terdidik harus melalui proses pendidikan dan pelatihan. Ketiga, pengusaha lebih lama menghabiskan waktu untuk menyeleksi tenaga kerja yang terdidik jika dibandingkan dengan tenaga kerja tidak terdidik.

Permintaan tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas dari banyaknya tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu perusahaan, dimana hal ini seperti halnya penawaran. Motif perusahaan mempekerjakan tenaga kerja adalah untuk melakukan proses produksi untuk dijual kepada konsumen.

Dalam kesempatan kali ini makalah kami membahas mengenai indikator pasar tenaga kerja Provinsi Nusa Tenggara Timur guna mengetahui bagaimana kondisi pasar tenaga kerja di daerah tersebut. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri untuk jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas yang termasuk ke dalam angkatan kerja berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2018 mencapai 2,49 juta orang. Dimana jumlah ini telah mengalami peningkatan sebesar 87,7 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2017 yang sebesar 2,40 juta orang. Pada Agusutus 2017, persentase TPAK dari 69,09 persen berubah menjadi 68,06 persen. Dimana berdasarkan angka ini bisa diinterpretasikan bahwa 100 orang penduduk berumur 15 tahun keatas, terdapat sekitar 68 orang yang telah bekerja pada Agustus 2018. EPR ini telah mengalami peningkatan jika dibandingkan keadaan pada Agustus 2017 yaitu sebesar 66,82 persen. Pada Agustus 2018, persentase penduduk yang bekerja berdasarkan status pekerjaan utama telah memiliki distribusi yang tidak begitu berbeda jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun sebelumnya. Untuk persentase terbesar penduduk bekerja diduduki oleh penduduk bekerja dengan berusaha dibantu buruh tidak tetap/ tidak dibayar (28,02 persen; 0,68 juta orang), diikuti dengan penduduk yang bekerja dengan status keluarga (sebesar 26,51 persen; 0,64 juta orang), dan buruh/ karyawan/ pegawai (21,98 persen; 0,53 juta orang).

Pada Agustus 2018 kondisi lapangan pekerjaan utama di NTT masih didominasi oleh sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan dengan persentase penduduk yang bekerja pada sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan sebesar 54,73 persen (1,32 juta orang), urutan kedua ditempati oleh sektor jasa-jasa sebesar 30,18 persen (727,8 ribu orang), dan disusul sektor manufaktur sebesar 15,09 persen (363,9 ribu orang).  Apabila dilihat lebih lanjut, penyumbang terbesar dari sektor manufaktur adalah sektor industri 8,96 persen. Sedangkan untuk sektor jasa-jasa penyumbang terbesarnya adalah jasa Kemasyarakatan 14,03 persen. Pada Agustus 2018, sektor manufaktur mengalami peningkatan sebesar 0,64 poin dibandingkan dengan Agustus 2017. Sedangkan untuk sektor pertanian dan jasa mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,08 poin dan 0,57 poin dibandingkan dengan Agustus 2017.

 

1.2 Rumusan Masalah

1.      Bagaimana kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT ?

2.      Bagaimana kesesuaian dari teori-teori ketenagakerjaan terhadap pasar tenaga kerja di Provinsi NTT?

 

 

1.3 Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT

2.      Mengetahui kesesuaian dari teori-teori ketenagakerjaan terhadap pasar tenaga kerja di Provinsi NTT

 

 

1.4 Manfaat

1.      Bagi Pembaca

Untuk menambah referensi pengetahuan mengenai pasar tenaga kerja.

2.      Bagi Penulis

Untuk meningkatkan daya analisis.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Landasan Teori

 

2.1.1 Tenaga Kerja

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Penduduk usia kerja menurut Badan Pusat Statistik (2008) dan sesuai dengan yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO) adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dikelompokkan ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan bekerja serta golongan menganggur dan mencari pekerjaan.

Angkatan kerja dalam suatu perekonomian digambarkan sebagai penawaran tenaga kerja yang tersedia dalam pasar tenaga kerja. Angkatan kerja dibedakan menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan pengangguran. Pekerja adalah orang-orang yang bekerja, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu sedang tidak bekerja. Dikategorikan sebagai pekerja apabila waktu minimum bekerja yaitu selama satu jam selama seminggu yang lalu untuk kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau berusaha mencari kerja dan belum bekerja minimal satu jam selama seminggu yang lalu sebelum dilakukan pencacahan.

Golongan bekerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu bekerja penuh dan setengah pengangguran. Menurut pendekatan pemanfaatan tenaga kerja, bekerja penuh adalah pemanfaatan tenaga kerja secara optimal dari segi jam kerja maupun keahlian. Sedangkan setengah menganggur adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja diukur dari segi jam kerja, produktivitas tenaga kerja dan penghasilan yang diperoleh.

Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Banyak sedikitnya pengangguran dapat mencerminkan baik buruknya suatu perekonomian. Menurut Mankiw (2003), ada dua alasan penyebab adanya pengangguran. Pertama, dibutuhkannya waktu untuk mencocokkan antara para pekerja dengan pekerjaan (pengangguran friksional). Alasan kedua yaitu gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai suatu kondisi dimana penawaran kerja sama dengan permintaannya, sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam pasar tenaga kerja.

 

2.1.2 Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).

 

2.1.3 Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu. Kurva nilai produk marjinal tenaga kerja MVPL menggambarkan permintaan tenaga kerja. Penambahan jumlah pekerja diikuti dengan penurunan nilai produk marjinal pekerja sehingga upah nominal juga mengalami penurunan. Dengan demikian kurva permintaan tenaga kerja juga berlereng negatif. Kenaikan upah nominal akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang diminta, dan sebaliknya. Pada tingkat upah nominal setinggi WA, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar LA. Apabila upah nominal naik menjadi setinggi WB, jumlah tenaga kerja diminta turun menjadi LB.

Permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak, 1998). Secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh:

1.      Perubahan tingkat upah

Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila diasumsikan tingkat upah naik, maka akan berpengaruh pada naiknya biaya produksi perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit produksi. Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan mengurangi produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan.

 

2.      Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen

Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.

3.      Harga barang modal turun

Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula.

 

2.1.4 Penawaran Tenaga Kerja

Sehubungan dengan tenaga kerja, penawaran adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja dimana para pemilik tenaga kerja siap untuk menyediakannya. Menurut Bellante (1990), jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Lebih lanjut masing-masing dari ketiga komponen ini dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tergantung pada upah pasar.

Kenaikan tingkat upah berarti menambah pendapatan. Pertambahan pendapatan menyebabkan seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak yang berarti mengurangi jam kerja atau disebut efek pendapatan (income effect). Di sisi lain, kenaikan tingkat upah dapat diartikan semakin mahalnya harga dari waktu. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong seseorang untuk menyubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja. Penambahan waktu kerja tersebut dinamakan efek substitusi (substitution effect).

 

2.1.5 Pasar Tenaga Kerja

Menurut Simanjuntak (1998), pasar tenaga kerja adalah seluruh aktivitas dan pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pasar tenaga kerja dibutuhkan karena dalam kenyataannya terdapat banyak perbedaan-perbedaan di kalangan pencari kerja dan di antara lowongan kerja. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:

a.       Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan dan sikap pribadi yang berbeda,

b.      Setiap perusahaan menghadapi lingkungan yang berbeda: hasil (output), masukan (input), manajamen, teknologi, lokasi, pasar, dll, sehingga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan tingkat upah, jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan,

c.       Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (a) dan (b).

 

 

 

2.1.6 Teori Upah Minimum

Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990).

Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa mengesampingkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum.

 

2.1.7 Hubungan Antar Variabel

Penyerapan tenaga kerja atau permintaan tenaga kerja pada dasarnya tergantung pada besarnya permintaan masyarakat terhadap output yang dihasilkan. Semakin besar permintaan terhadap output, maka akan semakin besar pula permintaan akan tenaga kerja. Apabila terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dapat dikatakan bahwa penyerapan tenaga kerja juga meningkat.

 

 

2.1.7.1 Hubungan Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Menurut Simanjuntak (1998), upah dipandang sebagai beban oleh perusahaan karena semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Oleh karena itu, kenaikkan tingkat upah direspon oleh perusahaan dengan menurunkan jumlah tenaga kerja. Menurut teori permintaan tenaga kerja, kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikkan upah. Apabila tingkat upah naik, sedangkan input lainnya tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari pada input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang harganya relatif mahal dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang maksimum.

 

2.1.7.2 Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja melalui tiga cara. Pertama, apabila produktivitas tenaga kerja meningkat, maka dalam memproduksi hasil dengan jumlah yang sama diperlukan pekerja lebih sedikit. Kedua, peningkatan produktivitas dapat menurunkan biaya produksi per unit barang. Dengan turunnya biaya produksi per unit, pengusaha dapat menurunkan harga jual. Oleh sebab itu, permintaan masyarakat akan barang tersebut bertambah. Pertambahan permintaan akan barang mendorong pertambahan produksi dan selanjutnya menambah permintaan tenaga kerja. Ketiga, pengusaha dapat memilih menaikkan upah pekerja sehubungan dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Meningkatnya pendapatan pekerja akan menambah daya beli mereka, sehingga permintaan mereka akan konsumsi hasil produksi bertambah juga. Selanjutnya, pertambahan permintaan akan hasil produksi tersebut menaikkan permintaan tenaga kerja (Simanjuntak, 1998).

 

 

2.2  Penelitian Terdahulu

Nama

Tahun

Judul

Keterangan

Rini Sulistiawati

2012

Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan  Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat  di Provinsi di Indonesia

·         Upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Vivi Violita Firda dan  Syamsul Amar

2018

Pengaruh Tingkat Pendidikan, Investasi, Dan Tingkat Upah Terhadap Angkatan Kerja Yang Aktif Bekerja di Indonesia.

 

·         Hasil estimasi menunjukkan bahwa Tingkat Pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tenaga kerja yang aktif bekerja di Indonesia, Tingkat Upah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tenaga kerja yang aktif bekerja di Indonesia.

Muh Dinar, Muh Hasan

2018

Pengaruh Inflasi dan Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2007-2016.

·         Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel UMP berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan arah yang positif. Artinya setiap kenaikan satu persen upah minimum provinsi akan menyebabkan tingkat pengangguran di Sulawesi Selatan. Peningkatan upah ini akan membuat produsen untuk menurunkan tingkat produksinya dibawah tingkat produksi optimal sehingga akan meningkatkan harga dan akan meningkatkan tingkat pengangguran.

Olivia Louise E.T.

2011

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur  Tahun 2005 – 2010

·         sektor keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahan merupakan sektor unggulan dalam penyerapan tenaga kerja dan sektor yang meniliki nilai elastisitas tertinggi sehingga sektor ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dari sisi produktivitas tenaga kerjanya jumlah output/produksi terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata selama kurun waktu tersebut sebesar   4,31% / tahunnya.

Miswar

2018

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Upah Pekerja di Aceh

·         Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi jumlah upah pekerja adalah pendidikan, jenis pekerjaan, jam kerja dan pengalaman kerja. Faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap jumlah upah pekerja.


BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur sama halnya dengan wilayah lain di Indonesia memiliki karakteristik lapangan kerja formal dan informal. Jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun tentu harus diimbangi dengan lapangan kerja yang cukup. Selain lapangan kerja yang luas, kualitas tenaga kerja harus ditingkatkan. Kualitas tenaga kerja ditunjukkan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki seseorang, kualitas diri tersebut akan meningkatkan produktivitas pula jika di padu-padakan dengan teknologi yang sesuai.

Tabel 3.1 : Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Tahun 2013 - 2017

Tahun

2013

2014

2015

2016

2017

Bekerja

2.104.507

2.174.228

2.219.291

2.277.068

2.320.061

Jumlah Pengangguran/

Mencari Kerja

70.664

73.210

88.446

76.580

78.548

Sumber : BPS NTT

Berdasarkan tabel di atas jumlah pengangguran dari tahun ke tahun mengalami peningkatan walaupun sempat terjadi penurunan di tahun 2016, namun pada tahun berikutnya jumlah penduduk yang menganggur meningkat kembali menjadi 78.548 orang. Pengangguran terjadi dikarenakan jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja serta terjadi distribusi informasi yang tidak efektif bagi pencari kerja dengan pemberi kerja serta tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga penyerapan tenaga kerja tidak merata. Keadaan yang demikian menyebabkan banyak penduduk NTT memilih untuk bekerja di sektor informal dibandingkan sektor formal. Hal ini merupakan tindakan irrasional karena orang cenderung memilih pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa perlindungan sosial dibandingkan dengan pekerjaan yang produktif dan dengan jaminan sosial yang memadai. Dampaknya adalah bahwa banyak masyarakat NTT yang berprofesi sebagai pekerja kasar atau buruh dengan upah yang sangat rendah, kondisi tersebut dapat dilihat di tabel 2 dimana pekerjaan di NTT pada tahun 2018 massih didominasi oleh sektor pertanian.




Table 3.2 : Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2017-2018

Sumber : BPS provinsi NTT




Tabel 3.3 : Presentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut kategori sektor formal dan informal, 2017-2018

Sumber : BPS provinsi NTT

Pada table 3 di atas menunjukkan bahwa dari keseluruhan tenaga kerja yang bekerja pada sektor informal di Provinsi NTT didominasi oleh tenaga kerja laki-laki yang berada di pedesaan di mana pada rentang waktu antara tahun 2017 – 2018 tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Faktor yang menentukan tingkat produktifitas seseorang selain dilihat dari etos kerjanya tetapi juga dari  kualitas sumber daya manusia tersebut, kualitas dipengaruhi oleh pendidikan serta keterampilan yang dimiliki setiap individu. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri pelayanan pendidikan masih belum tersebar secara merata, hal ini dikarenakan kondisi geografis dari daerah-daerahnya yang masih sulit terjangkau oleh tangan pemerintah untuk mendirikan sekolah-sekolah serta rendahnya ekonomi masyarakat masih menjadi penyebab sulitnya untuk mengenyam pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan yang ada di masyarakat merupakan cerminan dari kemiskinan. Oleh karenanya, masih banyak masyarakat NTT yang bekerja sebagai buruh kasar dengan upah yang rendah sebagai akibat kurangnya bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.




Tabel 3.4 : Presentase Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, 2017-2018

Sumber : BPS provinsi NTT

Tabel di atas menunjukkan bahwa di NTT sebagian besar tenaga kerja masih memiliki tingkat pendidikan yang relative rendah, di mana sekitar 70% dari tenaga kerja di sana tercatat hanya mengenyam pendidikan rendah yaitu sekolah menengah sebesar 53% dan sekitar 19% lainnya tidak mengenyam bangku pendidikan. Pendidikan yang rendah tentu berpengaruh pada kualitas tenaga kerja dan produktivitas yang dihasilkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sangat penting untuk menunjang pendidikan di NTT sehingga dapat melahirkan sumber daya manusia yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan oleh pasar kerja saat ini.

 

3.2 Kesesuaian antara Teori Ketenagakerjaan dengan Pasar Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, kenaikan tingkat upah direspon oleh perusahaan dengan menurunkan jumlah tenaga kerja. Menurut teori permintaan tenaga kerja, kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah.

Table 3.5 Upah Minimum Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun

2013

2014

2015

2016

2017

Upah Minimum Provinsi

1.010.000

1.150.000

1.250.000

1.425.000

1.525.000

Sumber : BPS, diolah.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa upah minimum di NTT dari tahun 2013-2017 mengalami kenaikan. Berdasarkan teori, tingkat upah akan berhubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Namun pada keadaan sesungguhnya, penyerapan tenaga kerja di NTT sendiri dari tahun 2013-2017 juga mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut :

Tabel 3.2  Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Tahun 2013 – 2017

Tahun

2013

2014

2015

2016

2017

Bekerja

2.104.507

2.174.228

2.219.291

2.277.068

2.320.061

Jumlah Pengangguran/Mencari Kerja

70.664

73.210

88.446

76.580

78.548

          Sumber : BPS, diolah.

Dari dua table diatas, dapat dilihat bahwa hubungan upah minimum dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT menunjukkan bahwa peningkatan nilai upah minimum provinsi menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di NTT dalam memaksimumkan laba perusahaan terus menarik tenaga kerja sampai titik dimana produk marjinal tenaga kerja sama dengan upah rill. Pengusaha di NTT tidak terbebani dengan peningkatan upah minimum provinsi, karena peningkatan upah akan meningkatkan produktivitas pekerja di NTT. Peningkatan produktivitas pekerja akan meningkatkan output yang dihasilkan perusahaan.

Kondisi tersebut juga diperkuat oleh pendapat Mankiw (2006), yaitu hubungan upah minimum dan penyerapan tenaga kerja menjelaskan bahwa pemberlakuan upah minimum dapat menyebabkan pengangguran, namun pada beberapa kasus kenyataannya peningkatan upah minimum menyebabkan perusahaan meningkatkan masukan tenaga kerja untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan. Artinya untuk memaksimalkan keuntungan, perusahaan terus menarik tenaga kerja sampai pada titik dimana produk marjinal tenaga kerja sama dengan upah rill.


 

BAB IV

PENUTUP

  Kesimpulan dan Saran

Kondisi lapangan pekerjaan utama di NTT masih didominasi oleh sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan dengan persentase penduduk yang bekerja pada sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan sebesar 54,73 persen.

Berdasarkan pembahasan dari makalah ini maka kenaikan upah minimum provinsi NTT telah memiliki hubungan yang signifikan dengan arah positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Dimana hal ini tidak seesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa pendapatan memiliki hubungan negative terhadap penyerapan tenaga kerja.

Teori upah dalam perkembangannya selalu mengalami perubahan dan selalu menyesuaikan dengan kondisi yang telah terjadi. Dimana dalam teori upah ini harus melakukan pengembangan ilmu guna menetapkan perhitungan penetapan upah yang adil dan layak bagi pekerja khususnya diwilayah NTT maupun wilayah Indonesia lainnya guna mencapai kesejahteraan.


 

Daftar Pustaka

 

Badan Pusat Statistik. 2011. Indikator Pasar Tenaga Kerja Provinsi  NTT. Kupang. Badan Pusat Stasitik

Maimun, Sholeh. Volume 4 Nomor 1, April 2007. Permintaan  Dan Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah :  Teori Serta Beberapa Potretnya Di Indonesia. Universitas Negeri Yogyakarta.

Miswar. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Indonesia Volume 5 Nomor 1,  Mei 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Upah Pekerja di Aceh.

Muhammad, Dinar,dkk. Jurnal Economix Volume 6 Nomor 1 Juni 2018. Pengaruh Inflasi Dan Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran Di Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2007-2016.

Nurlina. 2014. Pasar Kerja Dan Ketenagakerjaan

Olivia Louise Eunike Tomasowa. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur  Tahun 2005 – 2010.

Rini, Sulistiawati. Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012. Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan  Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat  di Provinsi di Indonesia.

Sukirno, Sadono. 2016. mikroekonomi teori pengantar edisi 3. Jakarta. Kharisma Putra Utama Offset.

Vivi, Violita F.,dkk. Volume 1, Nomor 3, 5 September 2018. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Investasi, Dan Tingkat Upah Terhadap Angkatan Kerja Yang Aktif Bekerja Di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

MENGHASILAN RIBUAN DOLLAR DENGAN TETAP DIRUMAH SAJA (PEMBUAT DESAIN PEMULA JUGA BISA MENGHASILKAN DI FIVERR)

LINK REGISTRASI => www.fiver.com/register         Fiverr merupakan salah satu platfrom yang menyediakan jasa dengan bidang yang ...