Saturday, April 11, 2020

Diskriminasi Ras dan Gender: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia pada Sektor Manufaktur - EKONOMI KETENAGAKERJAAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Di Indonesia upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan. Hal ini mengingat bahwa upah merupakan komponen terbesar dari pendapatan seseorang sehingga tingkat upah merupakan salah satu indikator yang dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat dari suatu negara. Perbedaan upah memang terjadi, selain perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan, atau orang-orang dengan agama/kepercayaan yang berbeda dan juga orang-orang dengan warna kulit yang berbeda. Perbedaan upah tersebut bahkan mungkin dalam jumlah yang besar. Perbedaan upah sering terjadi karena individu yang memiliki pengalaman kerja lebih atau melakukan pekerjaan yang sangat berkualitas dapat menerima upah lebih banyak daripada individu yang tidak ada pendidikan atau fresh graduate di pasar tenaga kerja.

            Kesenjangan upah terjadi ketika ada dua orang dalam satu perusahaan yang melakukan pekerjaan yang sama pada tingkat kualifikasi/jabatan yang sama akan tetapi dibayar tidak sama. Situasi kesenjangan upah seperti ini adalah illegal dan dianggap diskriminatif. Meskipun begitu, kesenjangan upah tetap masih banyak terjadi. Kesenjangan upah juga disebabkan oleh fakta bahwa perempuan bekerja dengan jam kerja yang kurang dibandingkan laki-laki, dan jam kerja tersebut cenderung mengganggu karir para pekerja perempuan. Laki-laki sebaliknya cenderung memiliki jam kerja lebih panjang dan mencoba untuk menghindari cuti panjang (perempuan memiliki cuti hamil dimana mereka tidak dapat bekerja). Pengalaman dan waktu bekerja yang tidak terputus itu pasti akan memberikan kontribusi untuk pendapatan yang lebih tinggi dari perempuan.

             Pada Grafik 1.1 BPS menjelaskan bahwa TPAK laki-laki dan perempuan tahun 2010-2017 cenderung stagnan. Pada tahun 2010, TPAK laki-laki sebesar 83,76 sedangkan perempuan sebesar 51,76 persen. Pada tahun 2017, TPAK laki- laki sebesar 82,51 persen sedangkan perempuan sebesar 50,89 persen. Padahal, jumlah penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas cenderung lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki di usia yang sama Mengacu pada TPAK 2017, artinya ada sekitar 47,24 juta perempuan usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi. Selama delapan tahun, angka TPAK perempuan tidak memperlihatkan adanya indikasi peningkatan. Dan, gap antara TPAK perempuan dan laki-laki juga jumud. Salah satu penyebab rendahnya partisipasi perempuan dalam pasar kerja dijelaskan dalam “Women Career Advancement in Public Service: A Study in Indonesia” (2012): perempuan cenderung memilih untuk tetap dekat dengan rumah karena adanya tanggung jawab keluarga. Perempuan juga cenderung menolak pekerjaan jika pekerjaan tersebut akan menjauhkan mereka dari rumah.

            Grafik 1.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia Tahun 2010-2017


Sumber : BPS Indonesia

            Diskriminasi upah pasar tenaga kerja di Indonesia menunjukkan bahwa upah perempuan lebih rendah dari pada upah laki-laki. Pada tahun 2011 – 2017  tren besaran upah pekerja Indonesia terus naik. Pada tahun 2011 upah bersih sebesar Rp. 1. 439,34 sedangkan perempuan sebesar Rp. 1.154,62. Hal ini menunjukkan bahwa upah perempuan lebih banyak disbanding laki-laki, tetapi pada tahun 2010-2017 upah laki-laki lebih besar disbanding upah perempuan.

Grafik 1.2 Rata- rata Upah Bersih Sebulan Pekerja Tahun 2011-2017



Sumber :BPS Indonesia

            Kebijakan anti-diskriminasi upah sudah ada sejak 1950-an, dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 80 Tahun 1957. Kebijakan tersebut menjelaskan istilah pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya merujuk kepada nilai pengupahan yang diadakan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Namun, gap tersebut juga ada tidak hanya disebabkan perbedaan besaran upah laki-laki dan perempuan dalam melakukan pekerjaan yang sama. Ada faktor lain, yakni kecenderungan perempuan bekerja di industri yang berupah rendah, tidak seperti laki-laki yang mendominasi bidang kerja berupah tinggi seperti teknologi. Selain itu, perempuan juga lebih mungkin untuk bekerja paruh waktu, karena komitmen untuk merawat keluarga, baik anak maupun orangtua. Perempuan juga cenderung tidak berada di jabatan-jabatan senior dengan bayaran tinggi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Landasan Teori

2.1.1                    Pasar Tenaga Kerja

Pasar Tenaga Kerja merupakan sebuah pasar yang mempertemukan antara para penyedia kerja dan para pencari kerja. Pasar tenaga kerja ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari perushaan. Untuk mencapai kondisi yang menguntungkan, antara pencari dan penyedia kerja diperlukan kerjasama yang baik antara semua pihak yang terkait.

Menurut Sumarsono (2009) pasar tenaga kerja adalah seluruh aktivitas pelaku yang mempertemukan pencari kerja dengan lowongan atau bertemunya permintaan dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja ygn diminta oleh sektor usaha tertentu dan dipengaruhi oleh tingkat upah. Sedangkan, penawaran tenaga kerja adalah keputusan seseorang untuk bekerja atau tidak tergantung dengan tingkat upah yang ditawarkan.

Menurut Ehnrenberg, dkk (2013) pasar tenaga kerja merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja atau seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini adalah pengusaha (penyedia kerja), pencari kerja dan perantara atau pihak ketiga yang memberi kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk salingk berhubungan. Dengan begitu, terdapat hubungan yang bersifat saling mempengaruhi antara kondisi perekeonomian dengan pasar tenaga kerja.

 

2.1.2                    Diskriminasi Ras dan Gender

Diskriminasi menurut Nurlina (2009) ini terjadi ketika sekelompok pekerja diperlakukan secara inferior dalam hal pengkajian, akses terhadap pekerjaan, promosi, kondisi pekerjaan, dan upah. Tetapi, mereka mempunyai kemampuan, pendidikan, pengalaman pekerjaan yang sama dengan kelompok yang diperlakukan secra superior. Juga termasuk ketidaksamaan dalam akses terhadap pendidikan formal, program-program pelatihan yang masing-masing dapat meningkatkan kualitas dan merupakan stock dalam human capital.

Human Capital menurut Fitz-Enz (2000:9), yaitu membagi human capital sebagai kombinasi dari tiga faktor, yaitu (1) karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan; (2) kemampuan seseorang untuk belajar; (3) motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Sedangkan menurut Schermerho (2005:33) human capital adalah nilai ekonomi SDM yang terkait dengan kemampuan, pengetahuan, ide-ide, inovasi, energi dan komitmennya.

Menurut Borjas (2005) diskriminasi terjadi ketika peserta di pasar tenaga kerja memperhitungkan faktor-faktor seperti ras dan jenis kelamin saat melakukan pertukaran ekonomi. Misalnya, (1) pengusaha mungkin peduli dengan jenis kelamin pekerja yang mereka pekerjakan; (2) karyawan mungkin khawatir tentang ras rekan kerja mereka; (3) dan pelanggan mungkin mempertimbangkan ras dan jenis kelamin penjual.

 

2.1.3                    Ras dan Gender di Pasar Tenaga Kerja

 

Tabel 1

Perbedaan Gender dan Ras dalam Keterampilan dan Hasil Pasar Tenaga Kerja, 2009-2010

Pada tabel diatas, terdapat ukuran hasil sumber daya manusia dan pasar tenaga kerja di pasar tenaga kerja AS. Berdasarkan ras adan jenis kelamin, yang paling mencolok terlihat kesenjangannya ialah pendapatan tahunan. Pria berpenghasilan lebih dari wanita, dan kulit [utih berpenghasilan lebih dari bukan kulit putih. Secara khusus, orang kulit putih memiliki pendapatan tahunan tertinggi dari kelompok manapun yaitu sebesar $55.800. Sebaliknya, perempuan kulit putih hanya berpenghasilan $37.000, laki-laki kulit hitam berpenghasilan $41.200, dan perempuan Hispanik berpenghasilan $28.100.

Data juga menunjukkan bahwa perbedaan upah anatara kelomok-kelompok juga muncul karena perbedaan dalam pencapaian pendidikan. Hanya sekitar 13% pria kulit putih tidak memiliki ijazah Sekolah Menengah, dan dibandingkan dengan 16% pria kulit hitam dan hampir 40% pria Hispanik. Selain itu, 31% persen pria kulit putih adalah lulusan perguruan tinggi, dibandingkan dengan 29% wanita kulit hitam dan 13% pria Hispanik. Dengan begitu, jika tingkat pengembalian ke sekolah sekitar 9% terbukti bahwa perbedaan dalam pencapai pendidikan antara kulit putih dan minoritas jelas akan menghasilkan perbedaan upah yang substansial.

Gambar 1

Perbedaan Internasional dalam Rasio Updah Perempuan – Laki-laki dan Tingkat Pekerjaan

      Untuk masalah ras dan gender ternyata tidak hanya terjadi pada pasar Tenaga Kerja AS, melainkan di Malaysia, misalnya rasio upah Melayu/Cina sekitar 0.57 dan rasio upah India/Cina 0.81. lalu, imigran non-kulit putih di Inggris berpenghasilan 10 hingga 20 persen lebih rendah daripada imigran kulit putih yang memiliki keterampilan serupa. Sehingga, pada gambar diatas adanya kesenjangan upah yang cukup besar antar pria dan wanita di sebagian besar negara maju. Selain itu, adanya penyebaran yang cukup besar dalam tingkat pekerjaan. Dan adanya korelasi negatif antara keduanya yang menyebabkan kesenjangan upah gender lebih tinggi di negara-ngara di mana kesenjangan pekerjaan antara pra dan wanita lebih kecil.

2.2  Penelitian Terdahulu

Pada tahun 2009 Firdaus menulis artikel berjudul “ Diskriminasi Upah Pekerja Berdasarkan Gender di Kabupaten Banyuasin”. Hasil dari artikel tersebut secara umum pada sektor formal dan informal rata-rata upah pekerja laki-laki lebih besar 60,51% dari pada upah perempuan. Secara proporsi perempuan mendapat upah dibawah atau sama dengan upah rata-rata mencapai 80,71% dibanding dengan laki-laki yang hanya 60,65%. Dari hasil analisis dekomposisi Blinder-Oaxaca terbukti bahwa ada perbedaan upah antara laki-laki dengan perempuan yang disebabkan oleh faktor diskriminasi upah, dimana nilainya mencapai 76,06%, sedangkan yang disebabkan oleh faktor perbedaan endowment hanya sebesar 23,94%.

Artikel berjudul “Labor market discrimination in Delhi: Evidence from a field experiment yang dianalisis pada tahun 2009 oleh Abhijit Banerjee, Marianne Bertrand , Saugato Datta ,dan Sendhil Mullainathan mempunyai hasil yang disajikan di sini menyajikan gambaran bernuansa status kasta di tempat kerja di perusahaan ekonomi baru di Delhi. Kandidat dari kelas mundur lainnya, suku terjadwal, atau latar belakang kasta terdaftar berada pada tingkat yang substansial kerugian dalam melamar pekerjaan di mana keterampilan lunak semacam itu yang mungkin relatif sulit untuk mengisyaratkan menggunakan kualifikasi formal adalah bagian penting dari apa yang dicari pengusaha, tetapi kerugian ini menghilang ketika pekerjaan yang dilamar membutuhkan lebih keras keterampilan, yang memperoleh sertifikasi kredibel mungkin lebih mudah dan lebih mudah. Calon yang beragama Islam tidak ada kerugian sistematis pada tahap panggilan balik. Diambil pada nilai nominal, hasil ini menyiratkan bahwa pelatihan dan keterampilan yang kredibel sertifikasi mungkin penting untuk mengurangi kesenjangan dalam kesempatan kerja antara kasta atas dan secara historis kurang beruntung kelompok-kelompok seperti SC dan OBC di sektor swasta di India.

Pada tahun 2014 Salma Ahmed dan Mark mc menulis artikel berjudul “ Human capital, Discrimination, and the Gender Wage Gap in Bangladesh”. Hasil dari artikel ini menunjukkan bahwa perempuan berpenghasilan lebih tinggi dihukum dengan meningkatnya diskriminasi, yang mengungkapkan fakta bahwa ada banyak utilitas yang kurang menghargai keterampilan perempuan dalam persalinan pasar. Cepatnya akuisisi sumber daya manusia dapat menempatkan perempuan di atas distribusi upah yang lebih rendah karena merasakan diskriminasi di pihak pemberi kerja dalam system yang relative terdesentralisasi. Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan mendukung perempuan dimungkinkan jika membuat kebijakan mempromosikan akses perempuan untuk pendidikan dan pelatian. Karena pendidikan dan pelatihan berperan penting dalam memberikan upah yang kompetitif bagi wanita, tanpa ini perempuan masih dibayar rendah meskipun mereka memegang pekerjaan yang sama dengan pria.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kesenjangan upah

      Perusahaan di sektor manufaktur yang terlibat dalam perdagangan internasional menghadapi tingkat kompetisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya fokus pada pasar domestik. Beberapa penyebabnya antara lain turunnya tarif, adanya perjanjian dagang antarnegara, dan semakin banyaknya negara yang membuka diri dalam perdagangan internasional sehingga semakin banyak perusahaan yang masuk ke dalam pasar internasional. Untuk dapat bersaing di pasar yang sangat kompetitif, perusahaan harus efisien. Perusahaan yang diskriminatif akan kurang efisien karena jumlah pekerja yang direkrut tidak sesuai dengan maksimalisasi profit (Becker, 1971). Untuk melihat perbedaan tingkat diskriminasi upah gender di perusahaan yang berkompetisi di pasar internasional dan domestik, sampel perusahaan manufaktur akan dipisahkan menjadi kelompok perusahaan eksportir dan non-eksportir.

Penelitian ini menggunakan data level perusahaan yaitu data dari Survei IBS yang setiap tahun dikumpulkan oleh BPS. Survei IBS mencakup seluruh perusahaan manufaktur yang berada di wilayah Indonesia dengan jumlah pekerja paling sedikit 20 orang. Data IBS memuat informasi tentang karakteristik perusahaan, input, output, dan jumlah pekerjayang berguna untuk mengestimasi fungsi produksi perusahaan. Meskipun tidak memberikan informasi yang rinci terkait karakteristik pekerja, namun di tahun-tahun tertentu seperti di tahun 1996 dan 2006, terdapat informasi tentang jumlah pekerja yang dirinci menurut jenis kelamin dan pendidikan. Informasi ini bisa digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi rasio produktivitas dan rasio upah pekerja laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini hanya akan menggunakan data IBS tahun 1996 dan 2006.

3.1.1 Faktor-faktor terjadinya kesenjangan upah antara pekerja laki-laki
             
dan perempuan.

Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan. Dari sekian banyak faktor, semua peneliti sepakat bahwa perbedaan karakteristik individu antara laki-laki dan perempuan merupakan poin penting yang menjadi penyebab perbedaan upah. Teori modal manusia menghubungkan antara ekspektasi bekerja di pasar tenaga kerja dengan biaya untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang marketable. Secara umum, perempuan memiliki ekspektasi yang lebih rendah untuk bekerja di pasar tenaga kerja karena tanggung jawabnya dalam pekerjaan rumah tangga sehingga investasi perempuan pada modal manusia menjadi lebih rendah. Rendahnya modal manusia ini menyebabkan produktivitas perempuan menjadi lebih rendah dan hal ini mengakibatkan upah yang diterima perempuan juga lebih rendah. Selain perbedaan modal manusia, perbedaan preferensi antara laki-laki dan perempuan dalam memilih jenis pekerjaan juga memengaruhi perbedaan upah. Tanggung jawab perempuan dalam rumah tangga menjadikan perempuan lebih menyukai pekerjaan yang jam kerjanya lebih pendek, lebih fleksibel, kondisi kerja lebih nyaman, dan tidak terlalu berisiko.

3.2 Hasil Joint Estimation per Subsektor

Untuk melihat apakah ada diskriminasi upah, rasio upah gender harus dibandingkan dengan rasio produktivitasnya. Gambar 2 menunjukkan scatter plot antara rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki dengan rasio produktivitasnya. Garis 45 derajat menunjukkan bahwa rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki sama dengan rasio produktivitasnya, artinya di garis ini tidak ada diskriminasi upah. Plot yang berada di atas garis 45 derajat artinya terdapat diskriminasi upah terhada perempuan. Sebaliknya, plot yang berada di bawah garis 45 derajat artinya perempuan mendapatkan wage premium atau terjadi diskriminasi upah terhadap laki-laki.

Berdasarkan Gambar 1, perempuan mendapatkan upah yang sangat rendah dibandingkan dengan upah yang diterima laki-laki di subsektor 33 (industri barang kayu). Namun setelah diplot dengan rasio produktivitasnya (Gambar 2), terlihat industri barang kayu plotnya berada di sekitaran garis 45 derajat, artinya upah perempuan yang lebih rendah dari laki-laki bukan karena diskriminasi tetapi karena produktivitas perempuan yang memang lebih rendah. Selain industri barang kayu, beberapa industri lain yang memperlihatkan tidak ada diskriminasi upah yaitu industri barang lainnya (subsektor 39), industri semen dan barang galian bukan logam (subsektor 36), dan industri alat angkutan (subsektor 38). Beberapa industri yang memperlihatkan ada kecenderungan diskriminasi upah terhadap perempuan yaitu industri tekstil dan alas kaki (subsektor 32), industri pupuk kimia dan barang dari karet (subsektor 35), industri makanan minuman tembakau (subsektor 31), industri kertas dan barang cetakan (subsektor 34), dan industry logam dasar besi dan baja (subsektor 37).

 

3.2.1 Hasil Joint Estimation menurut Status Ekspor Tahun 1996

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsi produksi tahun 1996 dan hasil uji hipotesisnya ditunjukkan pada Tabel 2. Untuk keseluruhan sampel, hasil estimasi menunjukkan rata-rata upah lebih tinggi di perusahaan dengan skala perusahaan yang lebih besar dan yang menghadapi tingkat kompetisi domestik yang lebih tinggi. Sementara hasil estimasi untuk fungsi produksi menunjukkan nilai tambah perusahaan akan semakin meningkat ketika skala perusahaan semakin meningkat, namun nilai tambah akan menurun ketika perusahaan menghadapi kompetisi domestik yang semakin tinggi. Untuk perusahaan eksportir, tingkat kompetisi domestic tidak berpengaruh terhadap rata-rata upah, namun tingkat kompetisi domestik berpengaruh positif terhadap rata-rata upah di perusahaan non-eksportir.

Untuk keseluruhan perusahaan, hasil estimasi menunjukkan rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki (ɸ) signifikan dan nilainya kurang dari 1, yang artinya secara rata-rata upah perempuan lebih rendah dari upah laki-laki. Secara rata-rata, perempuan mendapatkan upah 59% dari upah lakilaki atau ada kesenjangan upah gender sebesar 41%.

Baik di perusahaan eksportir maupun perusahaan an non-eksportir, rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki (ɸ) menunjukkan nilai kurang dari 1 dan signifikan. Begitu juga dengan rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki (ƿ) signifikan dan bernilai kurang dari 1. Artinya, upah perempuan lebih rendah dari upah laki-laki dan produktivitas perempuan lebih rendah dari produktivitas lakilaki di kedua jenis perusahaan tersebut.

Di perusahaan eksportir, perbedaan upah perempuan dan laki-laki mencerminkan perbedaan produktivitasnya, dalam artian tidak ditemukan diskriminasi upah di perusahaan eksportir. Dibuktikan dengan hasil uji hipotesis bahwa rasio upah perempuan terhadap laki-laki sama dengan rasio produktivitasnya (ɸ = ƿ) yang tidak dapat ditolak pada tingkat signifikansi standar. Artinya, rasio upah gender sebesar 62% dengan rasio produktivitas gender sebesar 64% secara statistik tidak berbeda secara signifikan, sedangkan di perusahaan non-eksportir ditemukan diskriminasi upah terhadap perempuan.

3.2.2 Hasil Joint Estimation menurut Status Ekspor Tahun 2006

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsi produksi tahun 2006 dan hasil uji hipotesisnya ditunjukkan pada Tabel 3. Untuk estimasi rasio upah perempuan terhadap laki-laki (ɸ) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil estimasi di tahun 1996, yaitu menunjukkan nilai kurang dari 1 dan signifikan di semua kelompok perusahaan. Artinya, secara rata-rata upah perempuan lebih rendah dari upah laki-laki, baik untuk sampel keseluruhan perusahaan, perusahaan eksportir, dan perusahaan non-eksportir. Perempuan mendapatkan upah 64% lebih rendah dari upah laki-laki di perusahaan eksportir, 55% lebih rendah di perusahaan non-eksportir, dan 55% lebih rendah di keseluruhan sampel perusahaan manufaktur.

Tidak berbeda dengan tahun 1996, bukti adanya diskriminasi upah di tahun 2006 ditemukan di keseluruhan sampel perusahaan dan di kelompok perusahaan non-eksportir, sedangkan di perusahaan eksportir tidak ditemukan diskriminasi upah.

3.2.3 Hasil Joint Estimation menurut Status Ekspor dengan Pooled Data

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsi produksi dengan pooled data dan hasil uji hipotesisnya ditunjukkan pada Tabel 4. Untuk estimasi rasio upah perempuan terhadap laki-laki (ɸ) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil estimasi di tahun 1996 dan 2006, yaitu menunjukkan nilai kurang dari 1 dan signifikan di semua sampel, baik untuk keseluruhan perusahaan, perusahaan eksportir, dan perusahaan non-eksportir. Dan hasil uji hipotesis bahwa tidak ada perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan (ɸ = 1) juga ditolak pada tingkat signifikansi 1%.

      Hasil estimasi rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki (Æ¿) signifikan dan bernilai kurang dari 1 untuk kelompok sampel keseluruhan perusahaan dan perusahaan eksportir. Artinya, produktivitas perempuan lebih rendah dari laki-laki. Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas antara laki-laki dan perempuan (Æ¿ = 1) ditolak pada tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, produktivitas perempuan memang berbeda dengan produktivitas laki-laki di kedua kelompok sampel tersebut. Sementara di perusahaan non-eksportir, estimasi rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki (Æ¿) mendekati nilai 1 dan uji hipotesis bahwa tidak ada perbedaan produktivitas antara laki-laki dan perempuan (Æ¿ = 1) tidak dapat ditolak pada semua tingkat signifikansi. Artinya, produktivitas perempuan sama dengan laki-laki di perusahaan non-eskportir.

 

3.3 Tren Diskriminasi Upah

      Untuk keseluruhan sampel perusahaan manufaktur, diskriminasi upah semakin menguat di sepanjang tahun 1996–2006. Diskriminasi upah tahun 1996 sebesar 13% meningkat menjadi 48% di tahun 2006. Menguatnya diskriminasi upah disebabkan oleh meningkatnya rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki, sedangkan upah perempuan relatif terhadap upah laki-laki tidak jauh berbeda antara tahun 1996 dan 2006. Produktivitas perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki di tahun 1996, sedangkan produktivitas perempuan setara dengan laki-laki di tahun 2006. Peningkatan produktivitas perempuan tidak diimbangi dengan peningkatan upah perempuan relatif terhadap upah laki-laki. Hal ini menyebabkan diskriminasi upah semakin menguat. Pola yang sama juga terjadi di perusahaan non-eksportir, sedangkan di perusahaan eksportir, peningkatan produktivitas perempuan diimbangi dengan peningkatan rasio upahnya sehingga kelompok perusahaan ini tetap menjadi perusahaan yang tidak diskriminatif.


BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

      1.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada diskriminasi upah terhadap pekerja perempuan di sektor manufaktur di Indonesia, dalam artian perempuan menerima upah yang lebih rendah dari produktivitasnya.

      2.Tidak ditemukan bukti ada diskriminasi upah di perusahaan eksportir, sedangkan di perusahan non-eksportir ditemukan ada diskriminasi upah terhadap perempuan. Hasil ini sejalan dengan teori diskriminasi Becker (1971) bahwa perusahaan diskriminatif kurang efisien. Perusahaan eksportir menghadapi tingkat kompetisi yang lebih tinggi di pasar internasional dibandingkan dengan pasar domestik. Dengan demikian, perusahaan ini harus meningkatkan efisiensinya, salah satu caranya dengan menurunkan tingkat diskriminasi agar tetap mampu bersaing di pasar internasional.

      3.Diskriminasi upah terhadap perempuan semakin meningkat pada rentang tahun 1996 dan 2006.

      4.Peningkatan diskriminasi upah tidak hanya terjadi di keseluruhan sampel perusahaan manufaktur tetapi juga di kelompok perusahaan non-eksportir.

      5.Meningkatnya diskriminasi upah terhadap perempuan disebabkan oleh meningkatnya produktivitas perempuan, namun tidak diimbangi dengan peningkatan upahnya

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S., and Gillivray, M. (2015). Human Capital, Discrimination, and the Gender
            Wage Gap in Bangladesh. World Development, 67, 506-524.

Mullainathan, S., Datta, S., Bertrand, M., and Banerjee, A. (2009).Labor market
            D
iscrimination in Delhi: Evidence from a field experiment. Journal of Comparative
           
Economics,37, 14–27.

Firdaus .(2009). Diskriminasi Upah Pekerja Berdasarkan Gender di Kabupaten Banyuasin.

Badan Pusat Statistik. 2010-2017. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia.
            BPS,Indonesia

No comments:

Post a Comment

MENGHASILAN RIBUAN DOLLAR DENGAN TETAP DIRUMAH SAJA (PEMBUAT DESAIN PEMULA JUGA BISA MENGHASILKAN DI FIVERR)

LINK REGISTRASI => www.fiver.com/register         Fiverr merupakan salah satu platfrom yang menyediakan jasa dengan bidang yang ...