Saturday, April 11, 2020

Perkembangan Program Kredit Pertanian - EKONOMI PERTANIAN

DOWNLOAD FILE

FULLTEXT.Docx

Pertanian merupakan sub sektor yang memiliki kedudukan yang strategis dibandingkan dengan sub sektor lainnya, sehingga pembangunan ekonomi pada sektor ini harus menjadi penggerak pembangunan khusus untuk Indonesia yang memiliki luas areal yang di dominasi oleh tanah pertanian.

Terkait dengan sumber pangan masyarakat Indonesia yang dominan terhadap beras, bahwa peran beras belum tergantikan oleh sumber karbohidrat lainnya sedangkan kemampuan petani Indonesia dalam menyediakan kebutuhan pokok pangan rakyat selama ini tidak bisa mencukupi guna menjamin stok cadangan beras secara nasional sehingga pemerintah setiap tahun selalu mengimpor beras. Seharusnya dengan bermodalkan sumber daya alam dalam areal persawahan yang luas, serta sumber daya manusia (petani) yang banyak, maka swasembada pangan sudah seharusnya bisa dicapai tanpa harus impor. Dengan pengadaan impor bahan pokok yang seharusnya dapat diproduksi sendiri menimbulkan permasalahan dimana nasib petani kian tepuruk sehinggan akan meningkatkan jumlah orang miskin. permasalahan yang mendalam juga terkait dengan permodalam bagi petani, Fungsi modal dalam tataran tingkat mikro (usahatani),    tidak  hanya  sebagai  salah  satu faktor  produksi,  tetapi juga  berperan dalam  peningkatan  kapasitas  petani  dalam  mengadopsi  teknologi  seperti  benih bermutu,  pupuk  berimbang,  ataupun  teknologi  pasca  panen.  Pada  era  teknologi pertanian yang semakin modern, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat  pertanian  maupun  sarana  produksi  mungkin  akan  menjadi  suatu  keharusan. Bagi   pelaku   pertanian   (terutama   petani),   situasi   tersebut   dapat   kembali memunculkan  masalah  karena  sebagaian  besar  petani  tidak  sanggup  mendanai usahatani yang padat modal dengan dana sendiri (Syukur et al., 2000).

Untuk   menutupi   kekurangan   modal,   petani   umumnya   mengajukan pinjaman  ke  lembaga  pembiayaan  di  sekitar  tempat  tinggal  mereka,  baik  formal maupun  informal. Sebagian besar petanani meminjam modal melalui peminjaman informal dengan alasan lebih mudah untuk mendapatkannya, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayrowani et  al.  (1998)  maupun Syukur et al. (2003) yang menunjukkan masih rendahnya sumber modal usahatani yang berasal dari kredit komersial.

Kredit  merupakan  salah  satu  faktor  pendukung utama pengembangan adopsi teknologi usahatani. Kredit pertanian bukan sekedar faktor  pelancar  pembangunan  pertanian  akan  tetapi  berfungsi  pula  sebagai  satutitik  kritis  pembangunan  pertanian  (critical  point  of  development)  (Syukur et al.,1998).  Peran  kredit  sebagai  pelancar  pembangunan  pertanian  antara  lain:  (1) membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan,  (2)  mengurangi  ketergantungan  petani  pada  pedagang  perantara  dan pelepas  uang    sehingga  bisa  berperan  dalam  memperbaiki  struktur  dan  pola pemasaran  hasil  pertanian,  (3)  mekanisme  transfer  pendapatan  untuk  mendorong pemerataan,  dan  (4) insentif  bagi  petani  untuk  meningkatkan  produksi  pertanian. Sementara  sebagai  simpul  kritis  pembangunan,  kredit  berfungsi  efektif  untuk menunjang perluasan dan penyebaran adopsi teknologi.

Perkembangan program kredit pertanian yang telah diterapkan oleh pemerintah meliputi :

Program BIMAS

Program ini merupakan   program   yang   berorientasi   pada   pembangunan   pertanian secara  umum  dan  swasembada  beras.  Program  ini  merupakan  bimbingan  yang berhubungan  dengan  aplikasi  ilmu  dan  teknologi  dalam  rangka  mencapai  hasil yang  optimal. Dana   kredit disediakan  dari  subsidi  pemerintah  (BI)  pada  tingkat  bunga  3  persen  per  tahun sementara   tingkat   bunga  BRI   sebesar   12   persen. Namun program ini berakhir tahun 1983.

Kredit Usaha Tani/KUT

            Program  KUT  diintroduksikan pada tahun 1985  yang secara  administrasi ditangani  oleh  Koperasi  Unit  Desa  (KUD). Program  ini  merupakan  salah  satu  dari  programlanjutan  dengan dana  Kredit Likuiditas  Bank  Indonesia  (KLBI)  bagi  petani  yang  telah  mengembalikan 100 persen pinjaman program Bimas, dengan tingkat bunga 3 persen. KUT disediakan untuk  petani  yang  belum  memiliki  kemampuan  menyediakan  kebutuhan  yang diperlukan  untuk  usahatani  dari  sumber  pembiayaan  sendiri.  KUT  disalurkan melalui kantor cabang BRI ke KUD yang didistribusikan pada para petani anggota KUD.

            Fakta  menunjukkan  bahwa  banyak  kredit  yang  tidak  sampai  pada  petani miskin akibat sangat rendahnya tingkat pengembalian. Sejak program ini diaplikasi-kan,  besarnya  pembayaran  kembali hanya  sekitar 25persen. Tingkat bunga  yang ditetapkan berubah, yaitu sebesar 14persenpada tahun 1985-1995 dan diturunkan menjadi 10,5persenpada tahun 1995-1998/99. Ketika dampak dari krisis ekonomi dan kombinasi dengan El-Nino, KUT bahkan disalurkan melalui NGO dan LKM.  KUT   berakhir   seiring   dengan   UU   no   23/1999   yang   melarang   BI   untuk menyalurkan  Kredit  Likuiditas  Bank  Indonesia  (KLBI).  Total  KUT  yang  telah disalurkan sampai tahun 1999 mencapai sebanyak Rp 8 triliun. KUT menghadapi permasalahan berupa tingkat pengembalian yang hanya 25persen.

Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Pemerintah  mengganti  KUT  dengan  kredit  program  yang  diperbaharui, yaitu KKP. Aturan  padaKKP kembali pada keikutsertaan bank yang berhadapan dengan  peluang  resiko  (executing)  menjadikan  mereka  sangat  berhati-hati  dan menghindari  individu-individu  dan  organisasi  yang  masih  memiliki  tunggakan KUT dan mempunyai riwayat buruk di masa lalu. Tingkat bunga masih disubsidi, dan dengan beberapa modifikasi kredit tersebut masih eksis.KKP  ditujukan  untuk:(1)  intensifikasi  tanaman  pangan  (padi,  jagung, kedelai, ubi kayu)dan  (2) pengadaan pangan. Target dari KKP adalah kelompok tani  dan  koperasi.  Bank pelaksana  adalah  BUMN  seperti  BRI,  Bank  Agro, Bukopin,  Bank  Mandiri,  dan  Bank  Pembangunan  Daerah.  Bank  menggunakan dana  mereka  dalam  penyaluran  KKP tetapi  mereka  menerima  subsidi  bunga  dari kredit yang disalurkan

Pada  tahun  2000,  pemerintah  mengaplikasikanKKP  dengan  flafon  Rp 2,08  triliun  untuk  paket  tanaman  padi,  palawija,  perkebunan  tebu,  peternakan. Subsidi tingkat bunga dibayar pemerintah yang secara bertahap dikurangi sampai 2003. Sumber pendanaan tergantung pada bank yang bersangkutan, dengan bunga sebesar  12persenuntuk  tanaman  pangan  dan  16 persen untuk  peternakan, perkebunan dan perikanan.Pada  tahun  2006  sudah  disalurkan  sekitar  Rp  4,98  triliun. Maksimun pinjaman per petani (BRI) adalah Rp 15 juta dengan maksimum pemilikan lahan 2 ha dan periode pinjaman 12 bulan. Dalam perkembangannya KKP ini sejak tahun 2007  diubah  nomenklaturnya  menjadi  KKP-Energi.  Hingga  tahun  2008  (posisi Juni)  telah  disalurkan  sekitar  Rp  6,30  triliun.  Dari  total  dana  yang  disalurkan tersebut penyerapan yang terbesar digunakan untuk pengembangan budidaya tebu, disusul  untuk  pengembangan  peternakan  serta  pengembangan  padi,  jagung  dan kedelai.

Kendala  dalam  KKP  adalah  adanya  kehati-hatian  ekstra  dari  bank  yang  masih trauma   dengan   kasus   KUT   sehingga   pencairan   dana   relatif   lambat,relatif terbatasnya agunan yang dimiliki petani dan terbatasnya avalis/guarantor kredit di pasar financial.

 

 

 

BLM/BPLM/PMUK

                Departemen  Pertanian  memperkenalkan  program  Peningkatan  Ketahanan Pangan (PKP) pada tahun 2001 dengan menggunakan dana BLM. Dana BLM ini merupakan  dana  bergulir  yang  disalurkan  langsung  ke  kelompok  tani  (klomtan) yang  diharapkan  dapat  diputar  dalam kelompok.

            Pada tahun 2002, Deptan juga meluncurkan program yang disebut Proyek Pembangunan    Agribisnis    berbasis    Komunitas    (PPABK)    melalui    Bantuan Pinjaman  Langsung  Masyarakat  (BPLM).  BPLM  merupakan  design  ulang  dari BLM  dalam  konteks  desentralisasi  yaitu  pengelolaan  di  tingkat  kabupaten/kota dengan melibatkan penyuluh pertanian dalam peningkatan kapasitas petani dalam kredit, seleksi group dan monitoring.

            Pada  tahun  2003,dengan  adanyaProgram  Pemberdayaan  Masyarakat Agribisnis  melalui  Penguatan  Modal  Kelompok,  BPLM  lebih  difokuskan  untuk lebih  menitikberatkan  pada  penguatan  modal  dalam  klomtan,  meneruskan  pola perguliran   modal   dan   memperkuat   modal   kelompok.   Program   ini   untuk mempromosikan kepemilikan dari kelompok dengan menekankan pada kontribusi anggota  dalam  memajukan  bisnis,  memperkuat  monitoring  dan  menyarankan Dinas  dan  mitra  pembangunan  lainnya  seperti  universitas,  NGO  serta    pihak swasta untuk terlibat.

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)

Konsep    pengembangan    LKMA    diintroduksikan   bersamaan    dengan pelaksanaan  kegiatan  Penguatan  Modal  Usaha  Kelompok  (PMUK)  pada  saat terjadi  keterbatasan  anggaran  pemerintah  pada  tahun  2004/2005  (defisit).  Di  pihak  lain,  Direktorat    Pembiayaan,  Deptan  pada  tahun  2001  memformulasikan kebijakan  untuk  mengoptimalkan  sumber  dana  yang  berasal  dari  luar  Deptan seperti  lembaga  perbankan  dan  non  perbankan,  pendanaan  dari  donor,  dan  juga pembiayaan  yang  dikelola  oleh  masyarakat.  PembentukanLKMA ini  merupakan langkah berikutnya dari program BLM/BPLM dimana setelah kelompok tani yang mendapat dana BLM telah mampu memupuk modal diharapkan dapat membentuk LKM.  Selain  dari  penerima  BLM,  juga  dilakukan  dengan  mengoptimalkan  yang telah   ada   dengan penekanan   agar   memperluas   cakupan   pelayanan   kepada petani/kegiatan  agribisnis.  Program  yang  dilakukan  pemerintah  pada  dasarnya adalah  peningkatan  kapasitas  melalui  pelatihan  dan  penyuntikan  modal  kerja LKMA.

Departemen   Pertanian   telah   memberikan   pembinaan   serta   dukungan terhadap   368   LKMA   di   12   provinsi   selama   periode   2004-2006.   Dengan memanfaatkan    bantuan  dana Second  Round  Kennedy(SRK),  pada  tahun  2006 Deptan  juga  melaksanakan  peningkatan  kapasitas  30  LKMA  yang  merupakan trasnformasi dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Pertanian (koptan) dan Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) bersama dengan  30  LKM  embrio  hasil  trasnformasi  dari  kelompok  tani  di  beberapa provinsi.

30Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7No. 1, Maret2009: 21-42Proyek Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K)

            P4K  merupakan  suatu  proyek  penyuluhan  (pendidikan  nonformal),  yang membimbing  dan  memotivasi  petani-nelayan  agar  mau  dan  mampu  menjangkau sumber  daya  pembangunan  yang  tersedia  untuk  meningkatkan  pendapatan  dan kesejahteraan  keluarganya.  Sasaran  P4K  adalah  petani-nelayan  dan  keluarganya serta rumah tangga perdesaan yang hidup di bawah kemiskinan.

            rogram  ini  merupakan  kegiatan kerjasama antara Departemen Pertanian, khususnya Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia   (SDM)   serta   BRI,      untuk   meningkatkan   kemampuan   dan membantu  Petani  Nelayan  Kecil  (PNK)  dan  masyarakat  miskin  di  perdesaan, sehingga  mereka  mampu  meningkatkan  pendapatan  dan  kesejahteraannya  dan lepas  dari    kemiskinan.  Masyarakat  miskin  dimotivasi  untuk  bergabung  dalam kelompok,    didampingi    untuk    belajar    bersama    dan    ditumbuhkembangkan kemampuannya.   Diharapkan   pada   suatu   saat   mereka   mampu   meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya sendiri.

Dana Penguatan Modal  Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan/DPM-LUEPDPM LUEP

 DPM merupakan dana talangan tanpa bunga dari APBN yang harus dikembalikan  oleh  penerima  dana  tersebut  ke  kas  negara  setiap  akhir  tahun. Tujuan  penyelenggaraan  kegiatan  DPM-LUEP  adalah:  (1)  melakukan  pembelian dalam rangka  menjaga  stabilitas harga  gabah/beras  yang diterima  petani minimal sesuai  HPP;  (2)  mendekatkan  petani  dan  atau  kelompoktani  terhadap  pasar melalui kerjasama  dengan  LUEP; (3) menumbuhkembangkan  dan  menggerakkan kelembagaan  usahaekonomi  di  perdesaan;  dan  (4)  memperkuat  posisi  daerah dalam ketahanan pangan wilayah.Program DPM LUEP dilaksanakan di sebagian besar provinsi, terutama di provinsisentra  produksi  padi.  Jumlah provinsiyang  mendapatkan  DPM  selalu meningkat setiap tahun yaitu  dari 15 provinsi(2003) menjadi 27 provinsi(2007).

Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian /SP3

            SP3  merupakan    skim  program  untuk  meningkatkan  akses  petani  pada fasilitas  kredit/pembiayaan  dari  bank  pelaksana  melalui  mekanisme  bagi  risiko (risk sharing) antara bank pelaksana dengan pemerintah. Diharapkan dengan SP3 ini dapat membantu kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa penjaminan  bagi  petani/kelompoktani  skala  usaha  mikro,  kecil  dan  menengah yang tidak mempunyai agunan yang cukup. Pada  SP3  ini  lima  bank  pelaksana  yang  ikut  berpartisipasi  adalah  Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB.

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan/PUAP PUAP  

PUAP PUAP merupakan   program   terobosan   Departemen   Pertanian   untuk penanggulangan   kemiskinan   dan   penciptaan   lapangan   kerja   di   perdesaan, sekaligus  mengurangi  kesenjangan  pembangunan  antar  wilayah  pusat  dan  daerah serta  antarsubsektor.  PUAP  merupakan  bagian  tak  terpisahkan  dari  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dikoordinasikan  oleh Kantor  Menko  Kesejahteraan  Rakyat.Lokasi  PUAP  awalnya  difokuskan  di 10.000  desa  miskin/tertinggal  yang   memiliki  potensi  pertanian  dengan  total anggaran  sebesar  Rp  1  triliun.  Selanjutnya,  berdasarkan  kesepakatan  dengan komisi IV DPR lokasi PUAP pada tahun 2008 ditambah 1.000 desa lagi, sehingga total desa menjadi 11.000 desa PUAP.

Komposisi desa PUAP terdiri dari program lanjutan Deptan (seperti P4K, Program  Rintisan  dan  Akselerasi  Pemasyarakatan  Inovasi  Teknologi  Pertanian/Primatani, Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi/ P4MI), usulan pemerintah  daerah  dan  aspirasi  masyarakat  melalui  Komisi  IV  DPR.  Walaupun demikian penetapan desa PUAP tetap dengan mempertimbangkan:(a) data lokasi PNPM-M, (b) data potensi desa (Podes), (c) data desa miskin BPS; (d) data desa tertinggal Kementrian PDT, dan (e) data lokasi program lanjutan Deptan.

 

Kendala-kendala yang dihadapi program kredit pertanian

            Dalam banyak kasus yang terjadi diiringi dengan solusi pengembangan kredit pertanian berdasarkan data dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, perkembangan kredit perbankan untuk sektor pertanian di Jawa Barat (Jabar) dari 2012 hingga 2015 menunjukkan peningkatan yang lamban, dengan porsi yang masih minim dari total pembiayaan bank. Bank Indonesia (BI) Jabar mencatat penyaluran kredit pertanian di Tanah Priangan dalam tiga tahun meningkat hanya Rp1,8 triliun, dari penyaluran sebesar Rp5,5 triliun pada 2012 menjadi sebesar Rp7,3 triliun per Juli 2015.

Adapun penyaluran kredit secara keseluruhan berdasarkan data BI Jabar pada 2012-2015 melonjak lebih drastis, dari sebesar Rp336,3 triliun pada 2012 menjadi Rp507,3 triliun per posisi Juli 2015. Lambannya peningkatan kredit perbankan ini disebabkan oleh beberapa kendala dan permasalahan yang seringkali dihadapi dari sisi petani, di antaranya terkai tisu perkreditan yan gbelum menyentuh petani karena tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal. Hal ini juga didukung  dari studi World Bank pada 2010 yang menyatakan bahwa separuh dari populasi Indonesia tisak memiliki akses ke lembaga keungan formal dan seperlima sama sekali tidak memiliki akses jasa keuangan.

Berpaling dari permasalahan diatas diketahui bahwa pada dasarnya program  pemerintah  dalam  membantu  pembiayaan  di  sektor  pertanian secara umum diwujudkan dalam dua bentuk, Pertama,  bantuan langsung (grant) dan  bersifat  bergulir.  Kedua,  kredit  komersial  dengan bantuan  subsidi  bunga  oleh  pemerintah.  Pada  jenis  pertama  kelebihannya  adalah petani  benar-benar  dibantu  modal  secara  penuh  tanpa  ada  beban  risiko  untuk mengembalikan  hutang sehingga  mereka  lebih tenang dalam berusahatani. Selain itu  jika  dikelola  dengan  baik  oleh  kelompok  tani  ada  potensi  yang  besar  bagi petani/kelompok  tani  untuk  pembentukan  modal  (capital  formation)  sehingga mereka   bisa   mandiri   dan   tidak   lagi   memerlukan   bantuan   modal   di   masa mendatang. 

Namun  demikian,  bantuan  modal  dengan  grant  ini  juga  sarat  dengan kelemahan-kelemahan   diantaranya:   (1)   kurang   mendidik   petani   untuk   lebih bertanggung   jawab   dan   berperilaku   professional   dalam   penggunaan   dana masyarakat,  (2)  peluang  terjadinya moral  hazardsangat  besar,  (3) kontinuitas pelaksanaan  sangat  tergantung  dengan  keberadaan  suatu  proyek  sehingga  ketika proyek  berakhir  program  pun  juga  terhenti,  (4) rewarddan punishmentsangat lemah, dan (5) sangat membebani anggaran pemerintah dengan output yang tidak terukur secara jelas.

Program Kredit komersial bersubsidi (seperti KKP) memiliki keunggulan di  antaranya  (1)  bunga  relatif  rendah  dan  terjangkau,  (2)  bentuk  pinjaman  yang sebagian diwujudkan dalam bentuk natura cukup membantu petani sehingga tidak merepotkan  petani  untuk  membeli  saprodi  di  kios/toko  saprotan,  (3) pengusulan secara   berkelompok   untuk   mendapat   kredit   juga   lebih   efisien   dan   murah, disamping merangsang anggota kelompok untuk bekerja lebih solid, (4) walaupun belum  secara  maksimal,  dalam  taraf  tertentu  dapat  mendidik  masyarakat  untuk lebih  bertanggung  jawab  dan  profesional  dalam  pengelolaan  dana  masyarakat, serta  (5)  petani/kelompok  tani  dapat  mengenal  prosedur  dan  mekanisme  sistem perbankan   sehingga   diharapkan   seandainya   program   berakhir   mereka   sudah terbiasa   berurusan   dengan   perbankan   dan   bisa   secara   mandiri   mengajukan pembiayaan usahataninya.

Kelemahan  dari  jenis  kredit  program  bersubsidi  ini  adalah:(1)  masih relatif  sulit  diakses  oleh  petani  karena  syarat  pengajuan  yang  cukup  ketat  (mirip skim  komersial),  (2)  waktu  yang  dibutuhkan  dari  mulai  pengajuan  kredit  hingga realisasi    dinilai  masih  relatif  lama,  (3)  persyaratan  agunan  yang  mengharuskan tanah  bersertifikat/BPKB  masih  sulit  dipenuhi,  serta  (4) dalam  kasus  tertentu keharusan  berkelompok  dengan  luasan  areal  minimal  yang  tertentu  juga  menjadi problema tersendiri terutama bagi petani berlahan sempit.

Berdasarkan hasil kajian SMERU (2000) tentang kredit bersubsidi untuk keluarga  miskin  menunjukkan  bahwa  justru  program  tersebut  banyak  dinikmati oleh  keluarga  tidak  miskin.  Disimpulkan  dalam  kajian  tersebut  bahwa  pemilihan penerima program kredit bersubsidi di kebanyakan kabupaten contoh tidak secara khusus   ditujukan   bagi   mereka   yang   miskin. Dari   sisi   penerima   program, kebutuhan terhadap kredit sangat mungkin lebih banyak datang dari keluarga tidak miskin. Sebaliknya, petugas yang menyalurkan kredit mungkin berpendapat lebih aman  memberikan  kredit  kepada  keluarga  tidak  miskin  (tunggakan  kecil).  Di samping itu kelompok miskin umumnya memang memiliki akses yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali terhadap pengelola program.

Dengan adanya kendala-kendala diatas dibutuhkannya kebijakan yang lebih tegas dan penentuan sasaran-sasaran dalam pemberian kredit. terkait penyaluran kredit di pedesaan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua Zulmi mengatakan penyaluran kredit sektor pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang bekerja sama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) mampu melampaui target yang diharapkan. Penyaluran kredit ini, direalisasikan oleh empat bank. yaitu Bank Sulselbar, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia dan Bank Mandiri bekerja sama dengan partner TPAKD, diharapkan ke depan program ini dapat diperluas ke daerah lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                        

 

Daftar Pustaka

Ashari.(2009).Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian Di Indonesia.

Darmawanto.(2008). Pengembangan Kredit Sektor Pertanian.

BBPP Ketindan. Sejarah Penyuluhan Pertanian Dan Hadirnya Badan Penyuluhan Dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP)

https://makassar.antaranews.com/berita/97715/penyaluran-kredit-pertanian-program-tpkad-lampaui-target

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/08/110000326/kredit.pertanian.dorong.pertumbuhan.kredit.di.kuartal.i.2017.

https://bisnis.tempo.co/read/700998/pertumbuhan-kredit-pertanian-lamban-apa-sebabnya

No comments:

Post a Comment

MENGHASILAN RIBUAN DOLLAR DENGAN TETAP DIRUMAH SAJA (PEMBUAT DESAIN PEMULA JUGA BISA MENGHASILKAN DI FIVERR)

LINK REGISTRASI => www.fiver.com/register         Fiverr merupakan salah satu platfrom yang menyediakan jasa dengan bidang yang ...